Jambarpost.com, Bungo- Saat ini, Satpol-PP telah berusia setengah abad, keberadaanya semakin penting setelah era reformasi.
Setelah era reformasi, dan diterapkanya UU Otonomi daerah, Satpol PP menjadi lembaga yang independen, melaporkan langsung tugas dan kewajibanya kepada pemerintah daerah (Pemda).
Sebagai lembaga yang mandiri, memiliki tugas dan tanggung jawab yang besar, mereka perlu meningkatkan kemampuan, baik fisik, maupun non fisik.
Satpol PP, mempunyai kedudukan sebagai perangkat satuan dekonsentrasi (pelimpah wewenang) dari pemerintah atau kepala wilayah, atau kepala Instansi Vertikal kepada pejabat di Daerah.
Ia merupakan unsur pelaksana wilayah (desentralisasi), Berdasarkan UU Nomor 23 Tahun 2014 Satpol PP wajib berstatus Pegawai Negeri Sipil (PNS).
PNS yang menjabat Satpol PP minimal memiliki golongan IIA, serta tidak menerima status PPPK.
Akan tetapi pada kenyataanya, masih ada Pemerintah Daerah yang mengangkat Satpol PP dari Pegawai Tidak Tetap (Non PNS).
Secara aturan, jelas sudah bertentangan dengan UU 23 Tahun 2014 pasal 256 Polisi Pamong Praja adalah Pegawai Negeri Sipil.
Diantaranya, terkait sumber daya Satpol PP, menurut PP Nomor 16 Tahun 2018, tegas dinyatakan harus PNS.
Kebijaksanaan yang diberikan Pemerintah kepada tenaga honorer menurut UU Nomor 23 Tahun 2014, tentang Pemerintahan Daerah, belum menemui titik terang.
Keberadaan honorer masih menimbulkan banyak problem, karena Pemerintah belum dapat memberikan jaminan honorer untuk diangkat menjadi CPNS. Mengenai hal itu Ketua Umum Forum Komunikasi Bantuan Polisi Pamong Praja Nusantara (FKBPPPN), Fadlun Abdilah dalam keterangan tertulis mengatakan Kemendagri harus mengambil sikap tegas karena sudah dinanti oleh honorer Satpol PP se-Indonesia.
"Perihal forum Satpol-PP tidak mau di Nina bobokan oleh Kementerian Dalam Negeri dan kami dari FKBPPPN meminta agar segera membuat formula penyelesaian honorer Satpol-PP seluruh Indonesia ke Menpan RB Pemerintah Pusat wajib menjalankan amanat UU.(Adi)